Selasa, 01 Mei 2018

pengembangan akidah akhlak

GURU AGAMA DAN PENGEMBANGAN MATERI
PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK

A.    Pengertian dan Fungsi Guru Agama
1.    Pengertian Guru
Guru menurut bahasa adalah “orang yang mengajar”.[1] Sedangkan pengertian guru menurut istilah adalah “pendidik dan pengajar pada pendidikan formal, pendidikan dasar dan menengah”.[2] Selanjutnya secara legal formal yang dimaksud dengan guru adalah “sesiapa yang memperoleh Surat Keputusan (SK), baik dari pemerintah maupun swasta untuk melaksanakan tugasnya, dan karena itu ia memiliki hak dan kewajiban untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar dilembaga pendidikan sekolah”.[3]
Menurut UU No. 14 Tahun 2005 (Undang-undang Tentang Guru dan Dosen) menyebutkan bahwa guru adalah “pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi peserta didik”.[4]



8
 
Dari pengertian-pengertian diatas dapat diketahui bahwa guru merupakan sosok yang terhormat lantaran memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal dan kejalan yang benar.
Adapun sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seseorang guru adalah sebagai berikut :
a.    Baik hati.
b.    Jenaka.
c.    Sabar.
d.   Bertanggung jawab.
e.    Yakin.
f.     Kepemimpinan.[5]

Dari sekian banyak sifat-sifat guru yang tersebut diatas, namun belum begitu sempurna apabila seseorang guru kurang memperhatikan penampilannya. Penampilan sebagai seseorang guru agama yang adalah panutan bagi para muridnya sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.    “Pakaian yang dikenakan sederhana, sopan, berkesan baik dan rapi, dan
b.    Bagi guru wanita, memakai make up yang wajar dan tidak memakai perhiasan yang berlebihan”.[6]

Penampilan dari seorang guru akan membuat peserta didik berkesan dan semangat dalam proses belajara mengajar, peserta didik merasa lebih senang kepada guru yang bernampilan menarik dan sopan. Disamping dari pada penampilan, seseorang guru harus adanya kemampuan dan dapat mengembangkan kemampuannya.
Adapun kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki seseorang guru adalah sebagai berikut :
a.    Kemampuan memahami dan menetapkan tujuan pengajaran.
b.    Kemampuan mengelola kelas dengan baik.
c.    Kemampuan memilih metode mengajar yang cocok dengan tujuan dan bahan pengajaran.
d.   Kemampuan dan keterampilan dalam menyajikan pelajaran.
e.    Kemampuan menciptakan suasana belajar yang baik.
f.     Perencanaan dan pelaksanaan evaluasi.[7]

Dengan adanya kemampuan-kemampuan tersebut diatas, maka PBM akan berjalan lebih optimal. Oleh karena itu, kesuksesan pembelajaran adalah tergantung pada kemampuan guru dalam menguasai dan menyampaikan materi yang diajarkan.

2.    Fungsi Guru Agama
Dalam Proses Belajar Mengajar (PBM), guru berfungsi sebagai derektur belajar, artinya setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar sebagaimana yang telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan PBM.
Fungsi guru agama dalam interaksi edukatif sama dengan guru pada umumnya. Guru agama mempunyai fungsi dan peran yang penting dalam interaksi edukatif di sekolah. Karena tugasnya yang mulia, guru agama menempati posisi yang mulia yang berfungsi sebagai berikut :
a.  Sebagai pemberi pengetahuan yang benar kepada muridnya.
Sebagai pemberi pengetahuan yang benar, maka guru agama senantiasa mendidik anak bangsa menjadi manusia yang berguna, insan yang kamil serta seorang mujahid dan mujtahid. Penat dan lelah bukanlah kamus hidup seorang insan yang bergelar guru. Dengan demikian, guru agama berkewajiban memberikan ilmu yang bermanfaat kepada anak bangsa dengan harapan anak didiknya mendapat kecermelangan dunia dan akhirat.
Dalam hal ini, Abdul Khaliq dalam bukunya menjelaskan bahwa guru agama berkewajiban memberi pengetahuan yang benar kepada muridnya, karena setiap materi yang diajarkan ada kaitannya dengan al-Qur’an dan al-Hadits. Oleh karena itu, guru agama sangat hati-hati dalam menyampaikan materi dalam proses belajar mengajar.[8]

b.  Sebagai pembina akhlak yang mulia.
Guru agama paling dominan dalam mempengaruhi akhlak siswa disekolah setelah kedua orang tuanya. Guru agama merupakan wakil wali murid didalam mendidik anaknya. Oleh karena itu, guru tidak hanya mencerdaskan para siswanya tetapi bagaimana ia membentuk dan meningkatkan akhlak para siswa. Inilah tujuan pendidikan agama yang urgen.
Untuk memperjelas hal ini, sebagai pembina akhlak yang mulia yaitu guru agama harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh murid-muridnya dan masyarakat. Sifat-sifat itu sangat diperlukan terutama pada diri guru agama itu sendiri dan kemudian dapat membina murid-muridnya sebagai suri teladan yang baik agar supaya dapat melaksanakan pengajaran secara efektif. Oleh karena itu, guru agama adalah guru utama yang membina akhlak peserta didik untuk menjadi lebih baik dan mengarahkannya kepada jalan yang benar yaitu jalan yang diridhai Allah SWT.[9]



  
c.  Sebagai pemberi petunjuk kepada anak didik tentang hidup yang baik.
Dalam hal ini penulis menjelaskan sedikit tentang hidup yang baik, yaitu terutama sekali hidup dengan penuh rasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT kepada kita. Disamping dari pada itu, hidup rukun dengan tetangga dan teman-teman tanpa ada keributan dan tidak adanya sifat dengki serta iri hati. Karena sifat yang demikian itu dapat membuat hati tidak tenang dan dapat membawa hidup kearah yang tidak baik.
Untuk memperjelas hal ini, guru agama berkewajiban memberikan petunjuk kepada anak didik tentang hidup yang baik, yaitu guru agama mencohtohkan bagaimana cara kehidupan Rasulullah SAW dari semenjak beliau kecil sampai beliau wafat. Guru agama perlu memahami tentang tata cara hidup yang baik, hidup yang disenangi oleh semua manusia. Oleh Karena itu, guru agama memberikan contoh-contoh yang terbaik kepada anak didik, baik dalam bergaul sesama teman, bergaul dalam keluarga dan masyarakat.[10]

Sementara peran seorang guru adalah sebagai berikut :
1.  Sebagai Mediator dan Fasilitator
Seseorang guru yang berperan sebagai mediator dan fasilitator bukanlah seseorang yang mahatahu dan murid bukanlah yang belum tahu dan karena itu harus diberi tahu. Dalam PBM, siswa aktif mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya, sedangkan guru membantu agar pencarian itu berjalan baik. Dalam banyak hal guru dan siswa bersama-sama membangun pengetahuan. Dalam artian inilah hubungan guru dan siswa sebagai mitra yang bersama-sama membangun pengetahuan.
Dalam hal ini, Moh. Uzer Usman dalam bukunya menjelaskan bahwa guru sebagai mediator yaitu guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian, media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Sementara itu, sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang percapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik berupa buku teks, majalah, ataupun surat kabar.[11]

2.  Guru sebagai Demonstrator
Peran guru sebagai demonstrator agar guru dapat mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.
Disamping dari itu, yang dikatakan guru sebagai demonstrator yaitu guru yang terutama sekali harus menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senatiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam ilmu yang dimilikinya, karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Sementara yang harus diperhatikan oleh guru bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti guru harus belajar terus menerus. Dengan demikian, ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan demontrator, sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya supaya apa yang disampaikannya itu betul-betul dimiliki oleh anak didik.[12]

3.  Guru sebagai Pembimbing
Guru sebagai pembimbing yaitu membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya. Dalam hal ini guru harus memahami anak didik yang sedang dibimbingnya. Misalnya memahami tentang gaya dan kebiasaan belajarnya, memahami potensi dan bakatnya.
Dengan kata lain, guru sebagai pembimbing yaitu guru berkewajiban memberikan bantuan kepada murid agar mereka mampu menemukan masalahnya sendiri, memecahkan masalahnya sendiri, mengenal dirinya sendiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Karena murid membutuhkan bantuan guru dalam hal mengatasi kesulitan-kesulitan pribadi, kesulitan pendidikan, kesulitan memilih pekerjaan, kesulitan dalam hubungan sosial dan interpersonal. Oleh karena itu, setiap guru perlu memahami dengan baik tentang teknik bimbingan kelompok, penyuluhan individual, teknik pengumpulan keterangan, teknik evaluasi, statistik penelitian, psikologi kepribadian dan psikologi belajar. Namun demikian harus dipahami bahwa pembimbing yang terdekat adalah guru. Karena murid menghadapi masalah dimana guru tidak sanggup memberikan bantuan cara memecahkannya, baru meminta bantuan kepada ahli bimbingan untuk memberikan bimbingan kepada anak yang bersangkutan.[13]

4.  Guru sebagai Pribadi
Guru sebagai pribadi merupakan sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Tuntutan akan kepribadian sebagai pendidik kadang-kadang dirasakan lebih berat dibandingkan profesi lainnya. Ungkapan yang dikemukakan adalah guru bisa digugu dan ditiru. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan guru dapat dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani.
Dengan kata lain, guru sebagai pribadi yaitu guru harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh murid-muridnya, oleh orang tua dan masyarakat. Sifat-sifat itu sangat diperlukan agar ia dapat melaksanakan pengajaran secara efektif. Karena itu, guru wajib berusaha memupuk sifat-sifat pribadinya sendiri dan mengembangkan sifat-sifat pribadi yang disenangi oleh pihak luar. Jadi, setiap guru perlu sekali memiliki sifat-sifat pribadi, baik untuk kepentingan jabatannya maupun untuk kepentingan dirinya sendiri.[14]

5.  Guru sebagai Penghubung
Guru sebagai penghubung adalah guru dapat menghubungkan sekolah dengan masyarakat. Karena sekolah berdiri ditengah masyarakat maka segala sesuatu yang diajarkan di sekolah ada hubungan dan kaitannya dengan masyarakat, baik dengan adat istiadat, sosial serta kebudayaan pada masyarakat itu sendiri.
Untuk memperjelas hal ini, Moh. Uzer Usman dalam bukunya juga menjelaskan bahwa guru sebagai penghubung yaitu guru harus bisa menghubungkan sekolah dengan masyarakat. Karena sekolah berdiri diantara dua lapangan, yakni yang satu pihak mengemban tugas menyampaikan dan mewariskan ilmu, teknologi dan kebudayaan yang terus menerus berkembang, dan dilain pihak guru bertugas menampung aspirasi, masalah, kebutuhan minat dan tuntutan masyarakat. Dengan demikian, sekolah memegang peranannya sebagai penghubung dimana guru untuk menghubungkan sekolah dengan masayarakat, antara lain dengan publik relation, bulletin, pameran dan lain sebagainya.[15]

B.    Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama
Tugas dan tanggung jawab guru agama sebagai pendidik sesungguhnya sangat kompleks, yaitu “tidak terbatas pada saat berlangsungnya interaksi didalam kelas, yang lazim disebut proses belajar mengajar. Guru agama juga bertugas sebagai administrator, evaluator, konselor, dan lain-lain sesuai dengan kompetensi (kemampuan) yang dimilikinya”.[16]
Proses belajar mengajar merupakan “inti dari kegiatan pendidikan di sekolah. Agar tujuan pendidikan dan pengajaran berjalan dengan benar, maka perlu pengadministrasian kegiatan-kegiatan belajar mengajar, yang lazim disebut administrasi kurikulum”.[17]
Oleh karena itu, kehadiran guru dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) masih tetap memegang peranan yang sangat penting. Peranan guru dalam PBM tidak bisa digantikan oleh mesin-mesin komputer yang moderen sekalipun. Masih terlalu banyak unsur manusiawi, sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain. Seorang guru akan sukses melaksanakan tugas apabila ia profesional dalam bidang keguruannya. Disamping itu tugas seorang guru mulia dan mendapat derajat yang tinggi yang diberikan Allah SWT disebabkan mereka mengajarkan ilmu kepada orang lain.
Tugas guru yang paling utama adalah “mengajar dan mendidik”.[18]Sebagai pengajar guru merupakan “peranan aktif antara peserta didik dengan ilmu pengetahuan”.[19] Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh guru adalah “mengajak orang lain berbuat baik”.[20] Tugas tersebut identik dengan dakwah islamiyah yang bertujuan mengajak umat Islam untuk berbuat baik.
Frofesi guru agama dapat dikatakan sebagai “penolong orang lain, karena dia menyampaikan hal-hal yang baik sesuai dengan ajaran Islam agar orang lain dapat melaksanakan ajaran Islam”.[21] Dengan demikian akan tergolonglah orang lain dalam memahami ajaran Islam. Musthafa Al-Maraghi mengatakan “Orang yang diajak bicara dalam hal ini adalah umat yang mengajak kepada kebaikan, yang mempunyai dua tugas, yaitu menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat mungkar”.[22] Dalam tafsir Al-Azhar, diterangkan bahwa : “Suatu umat yang menyediakan dirinya untuk mengajak atau menyeru manusia berbuat kebaikan, menyuruh berbuat yang ma’ruf yaitu, yang patut, pantas, sopan, dan mencegah dari yang mungkar”.[23]
Sedangkan menurut Muhammad Ja’far mengatakan bahwa “Tugas dan tanggung jawab guru agama menurut agama Islam dapat diidentifikasikan sebagai tugas yang harus dilakukan oleh ulama, yaitu menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar”.[24]
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dipahami bahwa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, guru berkewajiban membantu perkembangan anak menuju kedewasaan yang sesuai dengan ajaran Islam, apalagi didalam tujuan pendidikan terkandung unsur tujuan yang bersifat agamis, yaitu agar berbentuk manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Agama datang menuntun manusia dan memperkenalkan mana yang ma’ruf dan mana yang mungkar. Oleh karena itu, hendaklah guru agama menggerakkan siswa kepada yang ma’ruf dan menjauhi yang mungkar, supaya siswa bertambah tinggi nilainya baik disisi manusia maupun dihadapan Allah. Tugas guru agama tidak hanya mengajar, namun juga mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan Sumber Daya Manusia. Dalam hal ini menunjukkan bahwa adanya kesamaan tugas yang dilakukan guru agama dengan mubaligh melaksanakan tugasnya melalui jalur pendidikan luar jalur sekolah.
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa, tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh pendidik atau guru menyampaikan apa yang diketahuinya kepada orang yang tidak mengetahui.
Apabila dilihat dari rincian tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru terutama guru pendidikan agam Islam, Al-Abrasyi yang mengutip pendapat Al-Ghazali mengemukakan bahwa :
1.    Harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid dan memberlakukan mereka seperti perlakuan anak sendiri.
2.    Tidak mengharapkan jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi bermaksud dengan mengajar itu mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
3.    Berikanlah nasehat kepada murid pada tiap kesempatan, bahkan gunakanlah setiap kesempatan itu untuk menasehati dan menunjukinya.
4.    Mencegah murid dari sesuatu akhlak yang tidak baik dengan cara halus, lemah lembut dan jangan mencela.
5.    Seorang guru harus menjalankan ilmunya dan jangan berlainan kata dengan perbuatannya.[25]

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan diatas dapat diketahui tugas dan tanggung jawab guru agama bukan hanya mengajar atau menyampaikan kewajiban kepada anak didik, akan tetapi juga membimbing mereka secara keseluruhan sehingga terbentuk kepribadian muslim. Disamping dari itu, terutama sekali guru harus memiliki akhlak yang baik, karena anak-anak didiknya selalu melihat pendidiknya sebagai contoh yang harus diikutinya.
Sedangkan Nur Uhbiyati mengemukakan tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh pendidik (guru) antara lain :
1.    Membimbing anak didik kepada jalan yang sesuai dengan ajaran agama Islam.
2.    Menciptakan situasi pendidikan keagamaan yaitu suatu keadaan dimana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan hasil yang memuaskan sesuai dengan tuntutan ajaran Islam.[26]

Sejalan dengan tantangan global, tanggung jawab guru agama pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga adanya tuntutan bagi guru agama untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya. Guru agama harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa.

C.    Struktur Program Pembelajaran Akidah Akhlak
Perlu diketahui bahwa pembelajaran akidah akhlak adalah “upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman, keteladanan dan pembiasaan”.[27]
Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa, hakikat pendidikan akhlak adalah “inti pendidikan semua jenis pendidikan karena ia mengarahkan pada terciptanya perilaku lahir dan batin menusia seimbang dalam arti terhadap dirinya maupun terhadap luar dirinya”.[28] Dengan demikian, pendekatan pendidikan akhlak bukan monolitik dalam pengertian harus menjadi nama bagi suatu mata pelajaran atau lembaga, melainkan terintegrasi kedalam bagian mata pelajaran atau lembaga.
Dalam hal ini untuk mengetahui struktur program pembelajaran Akidah Akhlak pada Madrasah Tsanawiyah (MTs), kurikulum telah menetapkan materi-materi yang harus diajarkan dari kelas VII sampai kelas IX yaitu sebagai berikut:
1.    Dasar dan tujuan akidah Islam.
2.  Sifat wajib bagi Allah SWT.
3.   Akhlak terpuji pada Allah SWT.
4.    Al-Asma’ al-Husna.
5.    Iman kepada Malaikat Allah dan makhluk ghaib lainnya.
6.    Akhlak tercela kepada Allah.
7.    Iman kepada kitab-kitab Allah SWT.
8.    Akhlak terpuji pada diri sendiri.
9.    Akhlak tercela kepada diri sendiri.
10.   Iman kepada Rasul-rasul Allah SWT.
11.   Mu’jizat dan kejadian luar biasa lainnya.
12.   Akhlak terpuji pada sesama.
13.   Akhlak tercela pada sesama.
14.   Iman kepada hari akhir.
15.   Akhlak terpuji kepada diri sendiri.
16.   Iman kepada qadha dan qadar.
17.   Akhlak terpuji dalam pergaulan remaja.[29]

Disamping dari itu, dalam PBM ada beberapa program yang harus dipersiapkan guru sebagai proses penerjemahan kurikulum, yaitu sebagai berikut:


  
1.    Menentukan alokasi waktu dan kalender akademis
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menentukan alokasi waktu pembelajaran yaitu :
a.    Menentukan bulan kegiatan belajar dimulai dan bulan berakhir pada semester pertama dan kedua.
b.    Menentukan jumlah minggu efektif pada setiap bulan setelah diambil minggu-minggu ujian dan hari libur.
c.    Menentukan hari belajar efektif dalam setiap minggu.[30]

Dalam hal ini, menentukan alokasi waktu pada dasarnya menentukan minggu efektif dan hari efektif dalam setiap semester pada satu tahun ajaran. Rencana alokasi waktu berfungsi untuk mengetahui berapa jam waktu efektif yang tersedia untuk dimanfaatkan dalam proses pembelajaran dalam satu tahun ajaran, dan agar seluruh kompetensi dasar yang ada dalam kurikulum seluruhnya dapat dicapai oleh siswa.
2.    Perencanaan program tahunan
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengembangkan program tahunan adalah sebagai berikut:
a.    Lihat berapa jam alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran dalam seminggu dalam struktur kurikulum seperti yang telah ditetapkan pemerintah.
b.    Analisis berapa minggu efektif dalam setiap semester, seperti yang telah ditetapkan dalam gambaran alokasi waktu efektif.[31]

Program tahunan ini merupakan penetapan alokasi waktu satu tahun ajaran untuk mencapai tujuan (standar kompotensi dan kompetensi dasar) yang telah ditetapkan. Dengan demikian, penyusunan program tahunan pada dasarnya adalah menetapkan jumlah waktu yang tersedia untuk setiap kompetensi dasar.
3.    Rencana program semester
Adapun cara pengisian program semester adalah sebagai berikut:
a.    Menentukan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang ingin dicapai.
b.    Melihat program tahunan yang telah disusun untuk menentukan alokasi waktu atau jumlah jam pelajaran setiap SK dan KD.
c.    Menentukan bulan dan minggu keberapa proses pembelajaran KD itu akan dilaksanakan.[32]

Manfaat dari program semester ini adalah untuk menjawab minggu keberapa atau kapan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar itu dilakukan. Program semester merupakan sebagai penjabaran dari program tahunan.
4.    Silabus
Setiap komponen yang harus disusun dalam sebuah silabus adalah sebagai berikut:
a.    Menentukan identitas silabus.
b.    Rumusan standar kompetensi.
c.    Menentukan kompetensi dasar.
d.   Merumuskan kegiatan pembelajaran.
e.    Mengidentifikasikan materi pokok/materi pembelajaran.
f.     Merumuskan indikator pencapaian kompetensi.
g.    Menentukan penilaian.
h.    Menentukan alokasi waktu.
i.      Menentukan sumber belajar.[33]

Dalam hal ini, silabus sangat berfungsi untuk menentukan langkah-langkah nyata sebagai pedoman pembelajaran.
B.    Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Materi Pembelajaran Akidah Akhlak

Keberhasilan pembelajaran secara keseluruhan sangat tergantung pada keberhasilan guru agama merancang materi pembelajaran Akidah Akhlak. Materi pembelajaran pada hakekatnya merupakan bagian tak terpisahkan dari silabus, yakni perencanaan, prediksi, dan proyeksi tentang apa yang akan dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran. Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa materi pembelajaran adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan.
Materi pembelajaran menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan guru agama agar pelaksanaan pembelajaran Akidah Akhlak dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai oleh peserta didik.
Dalam mengembangkan materi pembelajaran Akidah Akhlak ternyata tidak semudah membolak balikkan telapak tangan, ada faktor pendukung dan penghambatnya juga.
Adapun faktor-faktor pendukung pengembangan materi pembelajaran Akidah Akhlak adalah sebagai berikut:
a.    Metode yang baik.
b.    Fasilitas yang memadai.
c.    Media yang cukup.




d.   Pengajar yang profesional.
e.    Kurikulum yang tepat.[34]

Faktor-faktor pendukung inilah yang membuat guru PAI akan lebih mudah dalam mengembangkan materi pembelajaran Akidah Akhlak. Oleh karena itu, pembelajaran akan berjalan lebih optimal dengan tidak adanya kendala-kendala dalam PBM yang sedang berlangsung.
Sedangkan yang menjadi faktor-faktor penghambat pengembangan materi pembelajaran Akidah Akhlak adalah sebagai berikut:
a.    Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki guru Akidah Akhlak tentang materi yang diajarkan.
b.    Ketidakmampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran.
c.    Terbatasnya fasilitas pendukung dan sumber belajar dalam pembelajaran Akidah Akhlak sehingga pengembangan materi tidak lebih efektif.[35]

Dalam hal ini guru agama harus benar-benar mampu mencari solusi dari hal-hal yang menjadi hambatan dalam mengembangkan materi pembelajaran Akidah Akhlak. Oleh karena itu, dengan adanya solusi tersebut maka PBM akan berjalan seperti yang diharapkan.

0 komentar:

Posting Komentar