BAB IV
MEMBIASAKAN AKHLAK TERPUJI
A. Akhlak
Berpakaian
1. Pengertian
Pakaian
Pakaian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah barang apa yang dipakai (baju, celana
dan sebagainya). Istilah pakaian kemudian dipersamakan dengan busana. Istilah busana berasal dari
bahasa sanskerta yaitu bhusana yang
mempunyai konotasi pakaian yang bagus atau
indah yaitu pakaian yang serasi, harmonis, selaras, enak
di pandang, nyaman melihatnya, cocok dengan pemakai serta sesuai dengan
kesempatan. Pakaian
merupakan busana pokok yang digunakan untuk menutupi bagian-bagian tubuh.
2. Fungsi
Pakaian
a.
Penutup
Aurat
Kata 'aurat, terambil dari kata 'ar yang berarti onar, aib, tercela. Keburukan yang dimaksud tidak harus
dalam arti sesuatu yang pada dirinya buruk. Dalam konteks hukum agama, aurat dipahami sebagai
anggota badan tertentu yang tidak boleh dilihat kecuali oleh orang-orang tertentu.
Ide dasar aurat adalah "tertutup atau tidak dilihat walau oleh yang bersangkutan sendiri?"
Beberapa hadis menerangkan hal tersebut secara rinci: “Hindarilah telanjang, karena ada (malaikat) yang
selalu bersama kamu, yang tidak pernah berpisah denganmu kecuali ketika ke kamar belakang (wc) dan
ketika seseorang berhubungan seks dengan istrinya. Maka malulah kepada mereka dan hormatilah mereka.”
(HR. At-Tirmidzi). Hadis lain menyatakan: “Apabila salah seorang dari kamu berhubungan seks dengan
pasangannya,
jangan sekali-kali keduannya telanjang bagaikan telanjangnya binatang.” (HR Ibnu Majah).
b. Perhiasan
Sebagian pakar menjelaskan bahwa sesuatu yang elok adalah yang menghasilkan kebebasan dan keserasian
. Pakaian yang elok adalah yang memberi kebebasan kepada pemakainya untuk bergerak. Salah satu unsur
mutlak keindahan adalah kebersihan. Itulah sebabnya mengapa Nabi SAW senang memakai pakaian putih,
bukan saja karena warna ini lebih sesuai dengan iklim Jazirah Arabia yang panas, melainkan juga karena warna
putih segera menampakkan kotoran, sehingga pemakainya akan segera terdorong untuk mengenakan pakaian
lain (yang bersih).
Berhias adalah naluri manusia. Seorang sahabat Nabi pernah bertanya kepada Nabi, "Seseorang yang senang
pakaiannya indah dan alas kakinya indah (Apakah termasuk keangkuhan?”) Nabi menjawab, "Sesungguhnya Allah
indah, senang kepada keindahan, keangkuhan adalah menolak kebenaran dan menghina orang lain." Al Qur’an setelah
memerintahkan agar memakai pakaian-pakaian indah ketika berkunjung ke masjid, mengecam mereka yang
mengharamkan perhiasan yang telah diciptakan Allah untuk manusia.
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (٣١)
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (٣٢)
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. 32. Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk
hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman
dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat" Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.”
(QS. Al A’raaf: 31-32)
c.
Melindungi
dari Bencana
Ditemukan dalam Al Qur’an ayat yang menjelaskan fungsi pakaian, yakni fungsi pemeliharaan terhadap bencana,
dan dari sengatan panas dan dingin, QS. An Nahl [16]: 81.
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِمَّا خَلَقَ ظِلالا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْجِبَالِ أَكْنَانًا وَجَعَلَ لَكُمْ سَرَابِيلَ تَقِيكُمُ الْحَرَّ وَسَرَابِيلَ
تَقِيكُمْ بَأْسَكُمْ كَذَلِكَ يُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تُسْلِمُونَ (٨١)
“ dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung
dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal
di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas
dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah
menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).
(QS. An Nahl [16]: 81)
d. Penunjuk
Identitas
Identitas/ kepribadian sesuatu adalah yang menggambarkan eksistensinya sekaligus membedakannya
dari yang lain. Rasululla SAW amat menekankan pentingnya penampilan identitas muslim, antara lain
melalui pakaian. Karena itu, Rasulullah melarang lelaki yang memakai pakaian perempuan dan perempuan
yang memakai pakaian lelaki (HR. Abu Daud). Contoh, Jilbab dapat menjadi identitas kepada pemakainya
sebagai muslimah.
Fungsi identitas pakaian ini disyaratkan oleh Al Qur’an surat Al Ahzab [33]: 59 yang menugaskan Nabi,
agar menyampaikan kepada istri-istrinya, anak-anak perempuannya, serta wanita-wanita Mukmin agar
mereka mengulurkan jilbab mereka.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ
فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (٥٩)
“ Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab [33]: 59)
3. Batas Aurat
Ulama bersepakat menyangkut kewajiban berpakaian sehingga aurat tertutup, hanya saja mereka berbeda
pendapat tentang batas aurat itu. Bagian mana dari tubuh manusia yang harus selalu ditutup. Salah satu
sebab perbedaan ini adalah perbedaan penafsiran mereka tentang maksud firman Allah dalam QS. An Nur [24]:
31,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ
بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ
أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ
مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٣١)
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,
dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera
mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-
putera
saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
a.
Batas
Aurat Laki-laki
Imam Malik, Syafi'i, dan Abu Hanifah berpendapat bahwa lelaki wajib menutup seluruh badannya dari pusar hingga
lututnya, meskipun ada juga yang berpendapat bahwa yang wajib ditutup dari anggota tubuh lelaki hanya yang
terdapat antara pusat dan lutut yaitu alat kelamin dan pantat.
b. Batas Aurat
Perempuan
Menurut sebagian besar ulama berkewajiban menutup seluruh angggota tubuhnya kecuali muka dan telapak
tangannya, sedangkan Abu Hanifah sedikit lebih longgar, karena menambahkan bahwa selain muka dan telapak
tangan, kaki wanita juga boleh terbuka. Tetapi Abu Bakar bin Abdurrahman dan Imam Ahmad berpendapat
bahwa seluruh anggota badan perempuan harus ditutup.
Hal yang demikian ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah r.a. bahwa ketika
Asma' binti Abu Bakar r.a. bertemu dengan Rasulullah saw, ketika itu Asma' sedang mengenakan pakaian tipis,
lalu Rasulullah memalingkan muka seraya bersabda: "Wahai Asma'! Sesungguhnya, jika seorang wanita sudah
sampai masa haid, maka tidak layak lagi bagi dirinya menampakkannya, kecuali ini ..." (beliau mengisyaratkan
pada muka dan tangannya).
4. Adab
Berpakaian
a. Disunnatkan memakai pakaian baru, bagus
dan bersih.
b. Rasulullah bersabda kepada salah
seorang shahabatnya di saat beliau melihatnya mengenakan pakaian jelek :
“Apabila Allah mengaruniakan kepadamu harta, maka tampakkanlah bekas ni`mat dan
kemurahan-Nya itu pada dirimu. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
c. Pakaian harus menutup aurat, yaitu
longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan tebal tidak memperlihatkan apa yang ada
di baliknya.
d.
Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau
sebaliknya.
dari Ibnu Abbas ra, menuturkan:
“Rasulullah melaknat (mengutuk) kaum laki-laki yang menyerupai kaum wanita dan
kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR.
Bukhari).
e.
Pakaian tidak merupakan pakaian untuk ketenaran
Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang mengenakan
pakaian ketenaran di dunia niscaya Allah akan mengenakan padanya pakaian
kehinaan di hari Kiamat.” ( HR. Ahmad).
f.
Pakaian tidak boleh ada gambar makhluk yang bernyawa atau gambar salib.
dari Aisyah Radhiallaahu ‘anha menyatakan
bahwasanya beliau berkata: “Rasulullah tidak pernah membiarkan pakaian yang ada
gambar salibnya melainkan Nabi menghapusnya”. (HR. Bukhari dan Ahmad).
g.
Pakaian laki-laki tidak boleh panjang melebihi kedua mata kaki
Rasulullah bersabda : “Apa yang berada di bawah
kedua mata kaki dari kain itu di dalam neraka” (HR. Al-Bukhari).
h.
Disunnatkan mendahulukan bagian yang kanan di dalam berpakaian atau
lainnya
Aisyah ra, berkata: “Rasulullah suka bertayammun
(memulai dengan yang kanan) di dalam segala perihalnya, ketika memakai sandal,
menyisir rambut dan bersuci’. (Muttafaq’Alaih).
i.
Disunnatkan berdo’a ketika mengenakan pakaian baru
“Segala puji bagi Allah yang telah menutupi aku
dengan pakaian ini dan mengaruniakannya kepada-ku tanpa daya dan kekuatan
dariku”. (HR.
Abu Daud)
j.
Disunnatkan memakai pakaian berwarna putih
Rasul Bersabda: “Pakaialah yang berwarna putih dari
pakaianmu, karena yang putih itu adalah yang terbaik dari pakaian kamu …” (HR.
Ahmad).
5. Membiasakan Ahlak
Berpakaian
Islam memiliki etika berbusana yang telah diatur oleh Allah SWT
didalam Al Qur’an dan Hadits. Didalam Islam, kita sebagai umat Allah tidak
diperbolehkan memakai pakaian yang melanggar aturan Islam, tetap harus
mengikuti aturan tersebut. Jika kita melanggar, dan tidak mau mengikuti aturan
yang telah ditetapkan oleh Allah, maka sama saja kita orang munafiq. Zaman
semakin berkembang bukan berarti kita harus mengikuti perkembangan yang ada
secara keseluruhan. Pakaian merupakan pengaruh yang besar bagi perkembangan
zaman. Karena, akibat dari perkembangan zaman yang datangnya dari Dunia Barat,
sangat mempengaruhi mode pakaian kita sebagai umat muslim. Maka dari itu
biasakanlah berpakaian sesuai syari’at Islam, agar tidak terpengaruh oleh
pengaruh-pengaruh negatif, yang membuat kita lupa akan Allah serta aturanNya.
يَا بَنِي آدَمَ
لا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ
يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ
هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لا تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ
أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ (٢٧)
“Hai anak Adam, janganlah
sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan
kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk
memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan
pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat
mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu
pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.
(QS. Al A’raaf [7]: 27)
Dalam
pandangan Islam, pakaian terbagi menjadi 2 bentuk pertama pakaian untuk
menutupi aurat tubuh sebagai realisasi dari perintah Allah bagi wanita seluruh
tubuhnya kecuali tangan dan wajah, dan bagi pria menutup aurat dibawah lutut
dan diatas pusar. Batasan pakaian yang telah ditetapkan oleh Allah ini
melahirkan kebudayaan yang sopan dan enak dilihat oleh kita dan kita pun merasa
aman dan tenang karena pakaian kita yang memenuhi kewajaran pikiran manusia.
Sedangkan yang kedua, pakaian merupakan perhiasan yang menyatakan identitas
diri sebagai konsekuensi perkembangan peradaban manusia.
Busana Muslimah haruslah mempunyai kriteria sebagai berikut:
a. Tidak jarang dan Ketat
b. Tidak menyerupai laki-laki
c. Tidak menyerupai busana khusus non-muslim
d. Pantas dan sederhana
6. Hikmah Ahlak
Berpakaian
a.
Menjaga
Identitas Muslim
Pakaian merupakan identitas diri pemakainya, apabila kita
menggunakan pakaian sesuai fungsi menutup aurat dan memenuhi nilai-nilai budaya
yang bagus, sopan, dan kelihatan nyaman, berarti kita telah menjalankan ajaran
agama dengan baik.
b. Menjaga
Kebersihan dan Kesehatan
Pakaian sangat berfungsi bagi tubuh kita, salah satunya untuk
melindungi kulit kita. Apabila kulit kita tidak terlindungi oleh pakaian,
langsung terkena pancaran sinar ultra violet, maka kulit kita akan terbakar dan
kita bisa mengalami kanker kulit. Pakaian juga menjaga suhu tubuh menusia agar
tetap stabil, dengan menggunakan jenis bahan pakaian tertentu, kita bisa
menjaga suhu tubuh kita.
B. Akhlak
Berhias
1. Pengertian
Berhias
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berhias diartikan
sebagai usaha memperelok diri dengan pakaian ataupun lainnya yang indah,
berdandan dengan dandanan yang indah dan menarik. Berhias tidak dilarang dalam
ajaran Islam, karena ia
adalah naluri manusiawi. Adapun
yang dilarang adalah tabarruj al-jahiliyah, yakni mencakup segala
macam cara yang dapat menimbulkan rangsangan berahi kepada selain
suami istri.
Kata tabarruj
terambil dari kata al buruj yakni bangunan benteng atau istana yang
menjulang tinggi. Jadi wanita yang ber-tabarruj
adalah wanita yang menampakan tinggi-tinggi kecantikannya, sebagaimana benteng,
istana atau menara yang menjulang tinggi, dan tentu saja menarik perhatian orang-orang yang memandangnya.
Tabarruj ini
mempunyai bentuk dan corak yang bermacam-macam dan sudah dikenal oleh
orang-orang yang banyak sejak zaman
dahulu sampai sekarang, artinya tidak
terbatas hanya sekedar berhias, berdandan, ber-make up,
memakai parfum dan sebagainya yang biasa dilakukan oleh wanita, bahkan lebih
dari itu yaitu segala sesuatu yang
mencerminkan keindahan dan kecantikan sehingga penampilan dan gaya seorang wanita menjadi memikat dan
menarik dimata lawan jenisnya.
Al Qur’an mempersilakan perempuan berjalan di hadapan
lelaki, tetapi diingatkannya agar cara berjalannya
jangan sampai mengundang
perhatian. Dalam bahasa Al Qur’an disebutkan: “...dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan
yang mereka sembunyikan (QS. An Nur [24]: 31). Al Qur’an tidak
melarang seseorang berbicara
atau bertemu dengan lawan
jenisnya, tetapi jangan
sampai sikap dan isi pembicaraan
mengundang rangsangan dan
godaan, demikian maksud firman Allah dalam QS. Al Ahzab [33]: 32,
فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ (٣٢)
“… Maka janganlah kamu tundukdalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya….”
2. Macam-macam
Berhias
Dalam Islam diperintahkan untuk berhias yang baik, bagus, dan
indah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Terutama apabila kita akan
melakukan ibadah shalat maka seyogyanya perhiasan yang kita pakai itu haruslah
baik, bersih dan indah (bukan berarti mewah), karena mewah itu sudah memasuki
wilayah berlebihan.
“ Hai anak
Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan.” QS. Al A’raf [7]: 31,
a.
Jilbab
Salah satu
jenis pakaian yang dapat menutup salah satu aurat wanita yaitu Jilbab. Jilbab
beragam jenisnya, tetapi walaupun banyak ragamnya dan menjadi hiasan diri
pemakaianya disamping dapat menutup aurat, dari atas kepala manusia sampai
dengan dada manusia. Allah telah memerintahkan
bagi kaum wanita Mukmin,
dalam ayat di
atas, untuk menutup
tempat-tempat yang biasanya terbuka
di bagian dada. Arti Al Khimar itu ialah kain untuk
menutup kepala.
Al Qurthubi berkata, "Sebab turunnya ayat tersebut ialah bahwa pada masa itu kaum wanita jika menutup
kepala dengan akhmirah (kerudung), maka kerudung itu ditarik ke belakang, sehingga dada, leher dan
telinganya tidak tertutup. Maka, Allah memerintahkan untuk menutup bagian mukanya, yaitu dada.
Dalam riwayat Bukhari, bahwa Aisyah r.a. telah berkata, "Mudah-mudahan wanita yang berhijrah itu
dirahmati Allah." Ketika Aisyah r.a. didatangi oleh Hafsah, kemenakannya, anak dari saudaranya yang
bernama Abdurrahman r.a. dengan memakai kerudung (khamirah) yang tipis dibagian lehernya, Aisyah r.a.
lalu berkata, "Ini amat tipis, tidak dapat menutupinya."
b. Perhiasan
Nabi menganjurkan agar wanita berhias. Al Qur’an memang tidak merinci jenis-jenis perhiasan salah satu
yang diperselisihkan para ulama adalah emas dan sutera sebagai pakaian atau perhiasan lelaki.
Nabi SAW menegaskan dalam hadis bahwa sutera dan emas haram dipakai oleh kaum lelaki. Ali bin Abi Thalib
berkata, “Saya melihat Rasullullah mengambil sutera lalu beliau meletakkan di sebelah kanannya, dan emas
diletakkannya di sebelah kirinya, kemunduran beliau bersabda, 'Kedua hal ini haram bagi lelaki umatku”
(HR Abu Dawud dan Nasa'i).
Pendapat ulama berbeda-beda tentang sebab-sebab diharamkannya kedua hal tersebut bagi kaum lelaki.
Antara lain bahwa keduanya menjadi simbol kemewahan dan perhiasan yang berlebihan, sehingga
menimbulkan ketidakwajaran kecuali bagi kaum wanita. Selain itu ia dapat mengundang sikap angkuh,
atau karena menyerupai pakaian kaum musyrik.
c.
Kosmetik
1) Wajah
Dalam
kitab Al Mu’jam Al Wasith disebutkan humrah sebagai salah satu
perhiasan wajah perempuan, humrah adalah campuran wewangian yang
digunakan perempuan untuk mengolesi wajahnya, agar indah warnanya. Selain itu
seorang pengantin perempuan pada zaman Rasulullah SAW. biasa berhias dengan shufrah
yaitu wewangian berwarana kuning. Diperbolehkan pula menggunakan celak. Hal ini
sesuai dengan hadist yang diterangkan oleh Ummu Athiyah: “Kami dilarang berkabung untuk mayat lebih
dari tiga hari, kecuali atas suami selama empat bulan sepuluh hari. Kami tidak
boleh bercelak, memakai wewangian, dan memakai pakaian yang bercelup”
(HR. Bukhari dan Muslim. Hadist tersebut menerangkan dibolehkannya memakai
celak, wewangian dan pakaian bercelup (wewangian) dalam kondisi normal,
sedangkan pada masa berkabung (ihdad)
tidak dibolehkan.
2) Telapak Tangan
Salah
satu perhiasan tangan perempuan adalah pewarna pada kuku (khidhab).
Kebolehan hal ini dijelaskan dalam hadist Rasulullah SAW dalam peristiwa dengan
seorang perempuan yang menyodorkan kitab tetapi beliau tidak mengambilnya dan
mengatakan, “Aku tidak tahu, apakah
itu tangan perempuan atau laki-laki?” kemudian perempuan itu menjawab: “Tangan perempuan” sabda Nabi: “Jika engkau seorang perempuan, tentu engkau
akan mengubah warna kukumu dengan inai” (HR. An-Nasa’i). Perempuan
diperkenankan pula memakai perhiasan tangan, seperti cincin dan gelang.
3)
Parfum
Disunnatkan
menggunakan farfum bagi laki-laki dan perempuan. Penggunaan ini
dikecualikan dalam keadaan berihram untuk haji ataupun umrah, atau jika
perempuan itu sedang berihdad (berkabung) atas kematian suaminya, atau jika ia
berada di suatu tempat yang ada laki-laki asing (bukan mahramnya), karena
larangannya shahih.
d. Tatto
Wasym (tatto)
adalah salah satu berhias yang dilarang. Tatto ialah
memberi tanda pada muka dan tangan dengan warna biru dan lukisan. Tatto termasuk berhias yang dilarang dalam Islam. Sebagian
orang Arab khususnya kaum wanita_berlebih-lebihan
dalam hal ini dengan menato sebagian besar tubuhnya. Sedang pengikut agama lain
banyak yang melukisi badannya dengan sesembahan mereka dan simol-simbol agama
mereka
Adapun hal-hal yang dianggap oleh manusia baik, tetapi membawa kerusakan dan perubahan pada
tubuhnya, dari yang telah diciptakan oleh Allah swt, dimana perubahan itu tidak layak bagi fitrah
manusia, tentu hal itu pengaruh dari perbuatan setan yang hendak memperdayakan. Oleh karena itu,
perbuatan tersebut dilarang. Sebagaimana sabda Nabi "Allah melaknati pembuatan tatto, yaitu
menusukkan jarum ke kulit dengan warna yang berupa tulisan, gambar bunga, simbol-simbol dan
sebagainya mempertajam gigi, memendekkan atau menyambung rambut dengan rambut orang lain,
(yang bersifat palsu, menipu dan sebagainya)." (Hadis shahih).
Rasulullah bersabda: “Allah melaknat (mengutuk) wanita pemasang tato dan yang minta ditatoi,
wanita yang menipiskan bulu alisnya dan yang meminta ditipiskan dan wanita yang meruncingkan
giginya supaya kelihatan cantik, (mereka) mengubah ciptaan Allah”. Dan di dalam riwayat Imam Al-Bukhari
disebutkan: “Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya”. (Muttafaq’Alaih).
e.
Menyambung
Rambut
Berhias dengan menyambung rambut dinamakan Nabi sebagai suatu bentuk kepalsuan, supaya tampak
anggun dan lain senagainya. Karena itu terlarang bagi kaum wanita, dan dianggap sebagai tipu muslihat.
Sebagaimana riwayat Said bin Musayyab, salah seorang sahabat Nabi, ketika Muawiyah berada di Madinah
setelah beliau berpidato, tiba-tiba mengeluarkan segenggam rambut dan mengatakan, "Inilah rambut
yang dinamakan Nabi saw. Azzur yang artinya atwashilah (penyambung), yang dipakai oleh wanita
untuk menyambung rambutnya, hal itulah yang dilarang oleh Rasulullah saw. dan tentu hal itu adalah
perbuatan orang-orang Yahudi. Bagaimana dengan Anda, wahai para ulama, apakah kalian tidak melarang
hal itu? Padahal aku telah mendengar sabda Nabi, “Sesungguhnya terbinasanya orang-orang Israel itu
karena para wanitanya memakai itu (rambut palsu) terus-menerus." (HR. Bukhari).
3. Ahlak
Berhias
Berhias bukanlah dipandang dari segi dandanan muka, tetapi pakaian
juga termasuk sesuatu yang bisa dikatakan alat untuk berhias. Pakaian kita yang
sederhana bisa menjadi pakaian yang mempunyai nilai keindahan yang tinggi
apabila kita beri hiasan agar kita terlihat cantik memakainya. Bagi wanita yang menghias rambut atau lainnya
di salon-salon kecantikan, sedang yang
menanganinya adalah kaum laki-laki. Hal itu jelas dilarang,
karena bukan saja bertemu dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, tetapi
lebih dari itu, sudah pasti itu haram.
Jika kita ingin berhias terdapat rambu-rambu, agar tidak melanggar
Syari’at yang sudah ditetapkan oleh Allah:
1) Niat yang lurus, berhias hanya untuk beribadah yang diorientasikan
sebagai rasa syukur atas nikmat yang telah Allah berikan.
2) Dalam berhias tidak diperbolehkan menggunakan bahan-bahan yang
dilarang agama
3) Tidak boleh menggunakan hiasan yang menggunakan simbol non muslim
4) Tidak berlebih-lebihan
5) Tidak Boleh berhias seperti orang jahiliah
6) Berhias menurut kelaziman dan kepatutan dengan memperhatikan jenis
kelamin
7) Berhias bukan untuk berfoya-foya
4. Hikmah Ahlak
Berhias
Berhias dapat menunjukkan kepribadian kita tanpa meninggalkan
syari’at islam. Berhias memberikan pengaruh positif dalam berbagai aspek
kehidupan, karena berhias diniatkan untuk beribadah, maka perbuatan itu pasti
direstui Allah. Namun sebaliknya apabila berhias hanya untuk menarik perhatian
orang lain untuk tergoda dan memuji muji kita agar kita senang sendiri, maka
itu menjadi alat yang sesat. Lupa akan Allah, dan hanya ingin dijadikan alat
pemuas diri kita. Maka yang demikian itu adalah haram.
C.
Akhlak
Perjalanan (Safar)
1. Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
perjalanan diartikan, perihal (cara, gerakan), yakni berjalan atau berpergian
dari suatu tempat menuju tempat untuk suatu tujuan. Secara istilah, perjalanan
sebagai aktifitas seseorang untuk keluar ataupun meninggalkan rumah dengan
berjalan kaki ataupun menggunakan berbagai sarana transportasi yang
mengantarkan sampai pada tempat tujuan dengan maksud ataupun tujuan tertentu.
Dalam bahasa Arab, bepergian dinamakan safar yakni menempuh perjalanan.
Menempuh perjalanan dinamakan dengan safar,
sedang yang melakukan perjalanan/ bepergian dinamakan musafir. Dalam istilah fiqh, kata safar diartikan dengan,
keluar bepergian meninggalkan kampung halaman dengan maksud menuju suatu
tempat dengan jarak tertentu yang membolehkan seseorang yang bepergian untuk
menqashar sholat.
Pada zaman Rasulullah, melakukan perjalanan
telah menjadi tradisi masyarakat Arab. Dalam Al Qur’an Surah Quraisy [106]: 1-4, Allah mengabadikan
tradisi masyarakat Arab yang suka melakukan perjalananpada musim tertentu untuk
berbagai keperluan.
2. Akhlak dalam
Perjalanan
Sebagai pedoman Islam mengajarkan adab dalam
melakukan perjalanan yaitu :
1)
Semua perjalanan dilakukan dengan niat semata-mata karena Allah SWT.
2)
Mengerjakan shalat sunnah dua atau empat
rakaat sebelum memulai Perjalanan.
(HR.Thabrani)
3)
Ketika keluar rumah disunnahkan membaca do'a: Bismillaahi Tawakkaltu 'alalloohi Laa hawla walaa quwwata illa
billaahil 'aliyyil 'adzhiim/ Dengan nama Allah aku bertawakkal kepada
Allah, tidak ada daya dan kekuatan
kecuali kepada Allah " (HR Abu Dawud, Hakim)
4)
Sunnah menaiki kendaraan dengan membaca Bismillah, kemudian duduk dengan membaca Alhamdulillah.
5)
Ketika mulai memasuki kendaraan, disunnahkan membaca do'a : Subhaanalladzii sakhkhoro lanaa haadza wamaa
kunnaa lahu muqriniin wa Innaa ilaa robbinaa lamunqolibuun/Maha suci Allah,
yang memudahkan ini bagi kami, padahal kami tidak sanggup mengendalikannya. Dan
sungguh kami akan kembali kepada Rabb
kami.
6)
Jika tiba di tempat tujuan, disunnahkan membaca do'a Robbi Anzilnii Munzalan Mubaarokan Wa Anta Khoirul Munziliin/ Ya
Allah, Turunkanlah kami di tempat yang penuh berkah. Dan Engkau sebaik-baik Pemberi tempat.
7)
Boleh men-jama' shalat dan atau meng-qasar dalam perjalanan pada dua waktu, yaitu : Shalat Zhuhur dan Ashar, Shalat
Magrib dan Isya.
dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa
kamu menqashar sembahyang(mu)…” (An Nisa’ [4]: 101).
Anas bin Malik ra berkata, "Kami bersama Rasulullah saw.
keluar dari Madinah ke Makkah, dan beliau mengerjakan shalat-shalat empat
raka'at dengan dua raka'at hingga kita kembali ke Madinah." (HR. An Nasai
dan At-Tirmidzi).
Muadz bin Jabal ra berkata, "Kami keluar bersama Rasulullah
saw. pada Perang Tabuk, kemudian beliau kerjakan shalat Dzuhur dan shalat Ashar
secara jamak, dan mengerjakan shalat Maghrib dan shalat Isya' secara
jamak." (Muttafaq Alaih).
8)
Gunakan masa dalam perjalanan dengan zikir, jika tidak ada amalan yang
dapat dilakukan lebih baik tidur
3. Nilai
positif melakukan perjalan
1) Safar dapat menghibur diri dari kesedihan
2) Safar menjadi sarana bagi sesorang untuk memperoleh tambahan
pengalaman
3) Safar dapat mengantarkan seseorang untuk memperoleh pengalaman dan
ilmu pengetahuan
4) Dengan Safar maka seseorang akan lebih banyak mengenal adab
kesopanan yang berkembang pada suatu komunitas masyarakat.
5) Perjalanan akan dapat menambah wawasan dan bahkan kawan yang baik
dan mulia.
4. Hikmah
melakukan perjalan
Sebaiknya setiap orang memikirkan terlebih dahulu secara matang
terhadap semua perjalanan. Niat kita harus lah baik, ingin beribadah kepada
Allah SWT. Apabila melakukan safar atau Rihlah dengan perhitungan jadwal yang
matang, akurat, rinci dan jelas agendanya. Sebaiknya jika suatu perjalanan
tanpa adanya agenda yang jelas, maka akan cenderung menyia-nyiakan waktu, biaya
ataupun Energi, dan bahkan akan membuka celah bagi syaitan untuk menyesatkan
dan akhirnya tujuan Safar tak tercapai. Dan kita harusnya bersyukur jika kita
sudah berhasil melakukan perjalanan.
D. Akhlak
Bertamu
1. Pengertian
Bertamu
dalah berkunjung ke rumah orang lain dalam rangka mempererat silahturrahim.
Bertamu tentu ada maksud dan tujuannya, antara lain menjenguk yang sedang
sakit, ngobrol-ngobrol biasa, membicarakan bisnis, membicarakan masalah
keluarga, dan sebagainya. Tujuan utama
bertamu menurut islam adalah menyambung persaudaraan atau silaturrahim. Silaturrahim tidak hanya bagi saudara sedarah
(senasab) tapi juga saudara seiman. Allah SWT., memerintahkan agar kita
menyambung hubungan baik dengan orang tua, saudara, kaum kerabat, dan
orang-orang mu`min yang lain. Mempererat tali sillaturahim baik dengan
tetangga, sanak keluarga, maupun teman sejawat merupakan perintah agama islam
agar senantiasa membina kasih sayang, hidup rukun, tolong menolong, dan saling
membantu antara yang kaya dengan yang miskin.
2. Etika
Bertamu
a. Meminta izin masuk maksimal sebanyak
tiga kali
Dalam
hal ini (memberi salam dan minta izin), sesuai dengan poin pertama, maka
batasannya adalah tiga kali. Maksudnya adalah, jika kita telah memberi salam
tiga kali namun tidak ada jawaban atau tidak diizinkan, maka itu berarti kita
harus menunda kunjungan.
“jika kamu
tidak menemui seorangpun didalamnya, Maka janganlah kamu masuk sebelum kamu
mendapat izin. dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, Maka
hendaklah kamu kembali. itu bersih bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.”
(QS An Nur [24]: 28).
Hadis Riwayat Abu Musa Al-Asy’ary ra, dia
berkata: “Rasulullah bersabda, ‘Minta izin masuk rumah itu tiga kali, jika
diizinkan untuk kamu (masuklah) dan jika tidak maka pulanglah!’” (HR. Bukhari Muslim)
b. Berpakaian yang rapi dan pantas
Bertamu
dengan memakai pakaian yang pantas berarti menghormati tuan rumah dan dirinya
sendiri. Tamu yang berpakaian rapi dan pantas akan lebih dihormati oleh tuan
rumah, demikian pula sebaliknya. Firman Allah,
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu
berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan)
itu bagi dirimu sendiri….” (QS. Al Isra [17]: 7)
c. Memberi isyarat dan salam ketika datang
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin
dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar
kamu (selalu) ingat.”
(QS An Nur : 27)
Sabda
Nabi,
اِنَّ
رَجُلاً اِسْتَأْذَنَ عَلى النَّبِيِّ ص م وَ هُوَ فِى بَيْتٍ فَقَالَ : “اَلِجُ”
فَقَالَ النَّبِيُّ ص م لِجَادِمِهِ : اُخْرُجْ اِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ
الاِسْتِأْذَانَ فَقَلَ لَهُ : قُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ”
فَسَمِعَهُ الرِّجَلْ فَقُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَاَذِنَ
النَّبِيُّ ص م قَدْ دَخَلَ (رواه ابو داود)
Bahwasanya
seorang laki-laki meminta izin ke rumah Nabi Muhammad SAW sedangkan beliau ada
di dalam rumah. Katanya: Bolehkah aku masuk? Nabi SAW bersabda kepada
pembantunya: temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan
kepadanya agar ia mengucapkan “Assalmu alikum, bolehkah aku masuk” lelaki itu
mendengar apa yang diajarkan nabi, lalu ia berkata “Assalmu alikum, bolehkah
aku masuk?” nabi SAW memberi izin kepadanya maka masuklah ia. (HR
Abu Daud)
d. Jangan mengintip ke dalam rumah
Mengintip ke
dalam rumah sering terjadi ketika seseorang penasaran apakah ada orang di dalam
rumah atau tidak. Padahal Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sangat mencela perbuatan ini dan memberi
ancaman kepada para pengintip, sebagaimana dalam sabdanya, “Dari Sahal bin Saad ia berkata: Ada seorang
lelaki mengintip dari sebuh lubang pintu rumah Rasulullah SAW dan pada waktu
itu beliau sedang menyisir rambutnya. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Jika aku
tahu engkau mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah
memerintahkanuntuk meminta izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan mata.”
(HR Bukhari)
e. Memperkenalkan diri sebelum masuk
Apabila
tuan rumah belum tahu/belum kenal, hendaknya tamu memperkenalkan diri secara
jelas, terutama jika bertamu pada
malam hari. Diriwayatkan dalam sebuah hadits, “dari Jabir ra Ia berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu
aku mengetuk pintu rumah beliau. Nabi SAW bertanya: “Siapakah itu?” Aku
menjawab: “Saya” Beliau bersabda: “Saya, saya…!” seakan-akan beliau marah” (HR
Bukhari)
f. Tamu lelaki dilarang masuk kedalam
rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita
Dalam
hal ini, perempuan yang berada di rumah sendirian hendaknya juga tidak memberi
izin masuk tamunya. Mempersilahkan tamu lelaki ke dalam rumah sedangkan ia
hanya seorang diri sama halnya mengundang bahaya bagi dirinya sendiri. Oleh
sebab itu, tamu cukup ditemui diluar saja.
g. Masuk dan duduk dengan sopan
Setelah
tuan rumah mempersilahkan untuk masuk, hendajnya tamu masuk dan duduk dengan
sopan di tempat duduk yang telah disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri,
tidak memandang kemana-mana secara bebas. Pandangan yang tidak dibatasi
(terutama bagi tamu asing) dapat menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah.
h. Menerima jamuan tuan rumah dengan
senang hati
Apabila
tuan rumah memberikan jamuan, hendaknya tamu menerima jamuan tersebut dengan
senang hati, tidak menampakkan sikap tidak senang terhadap jamuan itu. Jika
sekiranya tidak suka dengan jamuan tersebut, sebaiknya berterus terang bahwa
dirinya tidak terbiasa menikmati makanan atau minuman seperti itu. Jika tuan
rumah telah mempersilahkan untuk menikmati, tamu sebaiknya segera menikmatinya,
tidak usah menunggu sampai berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya. Mulailah makan dengan membaca basmalah dan
diakhiri dengan membaca hamdalah
Rasulullah
bersabda, “Jika seseorang diantara
kamu hendak makan maka sebutlah nama Allah, jika lupa menyebut nama Allah pada
awalnya, hendaklah membaca: Bismillahi awwaluhu waakhiruhu.” ( HR
Abu Daud dan Turmudzi)
i. Makanlah dengan tangan kanan, ambilah
yang terdekat dan jangan memilih
Islam
telah memberi tuntunan bahwa makan dan minum hendaknya dilakukan dengan tangan
kanan, tidak sopan dengan tangan kiri (kecuali tangan kanan berhalangan). Cara
seperti ini tidak hanya dilakukan saat bertamu saja. Mkelainkan dalam berbagai
suasana, baik di rumah sendiri maupun di rumah orang lain.
j. Bersihkan piring, jangan biarkan sisa
makanan berceceran
Sementara
ada orang yang merasa malu apabila piring yang habis digunakan untuk makan
tampak bersih, tidak ada makann yang tersisa padanya. Mereka khawatir dinilai
terlalu lahap. Islam memberi tuntunan yang lebih bagus, tidak sekedar mengikuti
perasaan manusia yang terkadang keliru. Tamu yang menggunakan piring untuk
menikmati hidangan tuan rumah, hendaknya piring tersebut bersih dari sisa
makanan. Tidak perlu menyisakan makanan pada pring yang bekas dipakainya yang
terkadang menimbulkan rasa jijik bagi yang melihatnya.
k. Segeralah pulang setelah selesai urusan
Kesempatan
bertamu dapat digunakan untuk membicarakan berbagai permasalahan hidup. Namun
demikian, pembicaraan harus dibatasi tentang permasalahan yang penting saja,
sesuai tujuan berkunjung. Hendaknya dihindari pembicraan yang tidak ada ujung
pangkalnya, terlebih membicarakan orang lain. Tamu yang bijaksana tidak suka
memperpanjang waktu kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan rumah. Apabila
tuan rumah tekah memperhatikan jam, hendaknya tamu segera pamit karena mungkin
sekali tuan rumah akan segera pergi atau mengurus masalah lain.
l. Lama waktu
bertamu maksimal tiga hari tiga malam
Terhadap
tamu yang jauh tempat tinggalnya, Islam memberi kelonggaran bertamu selama tiga
hari tiga malam. Waktu twersebut dikatakan sebagai hak bertamu. Setelah waktu
itu berlalu maka habislah hak untuk bertamu, kecuali jika tuan rumah
menghendakinya. Dengan pembatasan waktu tiga hari tiga malam itu, beban tuan
rumah tidak telampau berat dalam menjamu tamuhnya.
3. Membiasakan
akhlak bertamu
Bertamu merupakan kebiaaan poitif dalam kehidupan bermasyarakat
dari zaman tradisional sampai zaman modern. Dengan melestarikan kebiaaan
kunjung mengunjungi, maka segala persoalan mudah dilestarikan, segala urusan
mudah diberskan dan segala maalah mudah diatasi. Al Qur’an memberikan isyarat
yang tegas, betapa pentingnya setiap orang yang bertemu dapat nejaga diri agar
tetap menghormati tuan rumah. Setiap tamu haru berusaha menahan segala
keinginan dan kehendaknya baiknya sekalipun, jika tuan rumah tidak berkenan
menerimanya. Demikin pula apabila kegiatan bertamu telah usai, maka seorang
yang bertamu harus meninggalkan kesan yang baik dan menyenagkan bagi tuan
rumah.
4. Hikmah
akhlak bertamu
1) Bertamu secara baik dapat menumbuhkan sikap toleran terhadap
oaring lain dan menjauhkan sikap pakaan, tekanan, dan intimidasi. Islam tidak
mengenal tindakan kekerasan. Bukan saja dalam usaha meyakinkan orang lain
terhadap tujuan dan maksud beik kedatangan, tetapi juga dalam tindak laku dan
pergaulan dengan sesame manuia harus terhindar cara-cara pakaan dan kekerasan.
2) Dengan bertamu seorang akan mempertemukan persamaan ataupun
kesesuaian sehingga akan terjalin persahabatan dan kerjasama dalam menjalin
kehidupan. Dengan bertamu, seorang akan melakukan diskui yang baik, sikap yang
sportif, dan elegan terhadap seamanya.
3) Bertamu dianggap sebagai sarana yang efektif untuk berdakwah dan
menciptakan kehidupan mesyarakat yang bermartabat.
E.
Akhlak
Menerima Tamu
1. Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, menerima tamu (ketamuan)
diartikan; kedatangan orang yang bertamu, melawat atau berkunjung. Secara
istilah menerima tamu dimaknai menyambut tamu dengan berbagai cara penyambutan
yang lazim (wajar) dilakukan menurut adapt ataupun agama dengan meksud yang menyenagkan
atau memuliakan tamu, atas dasar keyakinan untuk mendapatkan rahmad dan rida
dari Allah.
Menerima kehadiran tamu yang datang kepada kita hendaknya dapat
menunjukkan kesan yang baik kepada tamu kita, seperti pesan Rasulullah,
مَنْ
كَاَنَ يُؤْمِنُ بِا اللهِ وَالْيَوْمِ الاَخِرِ فَالْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ (رواه
البخارى)
“
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklan memuliakan
tamunnya ( H.R Bukhari dan Muslim).
2. Etika
menerima tamu
a. Berpakaian yang pantas
Sebagaimana
orang yang bertamu, tuan rumah hendaknya mengenakan pakaian yang pantas pula
dalam menerima kedatangan tamunya. Berpakaian pantas dalam menerima kedatangan
tamu berarti menghormati tamu dan dirinya sendiri. Islam menghargai kepada
seorang yang berpakaian rapih, bersih dan sopan. Rasululah SAW bersabda, “Makan dan Minunmlah kamu, bersedekahlah kamu
dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak dengan sombong dan berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah amat senang melihat bekas nikmatnya pada hambanya.”
(HR Baihaqi)
b. Menerima tamu dengan sikap yang baik
Tuan
rumah hendaknya menerima kedatangan tamu dengan sikap yang baik, misalnya
dengan wajah yang cerah, muka senyum dan sebagainya. Sekali-kali jangan acuh,
apalagi memalingkan muka dan tidak mau memandangnmya secara wajar. Memalingkan
muka atau tidak melihat kepada tamu berarti suatu sikap sombong yang harus
dijauhi sejauh-jauhnya.
c. Menjamu tamu sesuai kemampuan dan tidak
perlu mengada-adakan
Termasuk
salah satu cara menghormati tamu ialah memberi jamuan kepadanya. Kewajiban
menjamu tamu yang ditentukan oleh Islam hanyalah sebatas kemampuan tuan rumah.
Oleh sebab itu, tuan rumah tidak perlu terlalu repot dalam menjamu tamunya.
Bagi tuan rumah yang mampu hendaknya menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan
bagi yang kurang mampu henaknya menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya mampu
memberikan air putih maka air putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih
tidak ada, cukuplah menjamu tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah
d. Lama waktu
Sesuai
dengan hak tamu, kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari, termasuk hari
istimewanya. Selebihnya dari waktu itu adalah sedekah baginya. Sabda
Rasulullah,
اَلضِّيَافَةُ
ثَلاَثَةُ اَيَّامٍ فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَالِكَ فَهُوَ صَدَقَةُ عَلَيْهِ (متفق
عليه)
Menghormati
tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya adalah merupakan sedekah baginya,.” (HR Muttafaqu Alaihi)
e. Antarkan sampai ke pintu halaman jika
tamu pulang
Salah
satu cara terpuji yang dapat menyenangkan tamu adalah apabila tuan rumah
mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan merasa lebih semangat
karena merasa dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.
f.
Wanita
yang sendirian di rumah dilarang menerima tamu laki-laki masuk ke dalam
rumahnya tanpa izin suaminya
… Maka
wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)…”. (QS. An Nisa [4]: 34)
Rasulullah
SAW bersabda;
اَلْمَرْأَةُ
رَاعِيَةٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَ هِيَ مَسْئُوْلَةٌ عَنْ رَاعِيَتِهَا (رواه
احمد و البجارى و مسلم و ابو داود و الترمدى و ابن عمر)
Wanita
itu adalah (ibarat) pengembala di rumah suaminya. Dia akan ditanya tentang
pengembalaannya (dimintai pertanggung jawaban).” (HR
Ahmad, bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Umar).
Oleh
sebab itu, tamu lelaki cukup ditemui diluar rumah saja, atau diminta datang
lagi (jika perlu) saat suaminya telah pulang bekerja. Membiarkan tamu lelaki
masuk ke dalam rumah padahal dia (wanita tersebut) hanya seorang diri, sama
saja dengan membuka peluang besar akan timbulnya bahaya bagi diri sendiri.
Bahaya yang dimaksud dapat berupa hilangnya harta dan mungkin sekali akan
timbul fitnah yang mengancam kadamaian keluarga.
3. Membiasakan
berakhlak menerima tamu
Setiap muslim wajib memuliakan tamu, tanpa membeda-bedakan status
sosial ataupun maksud dan tujuan bertamu.
Memuliakan tamu dilakukan antara lain dengan menyambut
kedatangannya dengan muka manis dan tutur kata yang lemah lembut,
mempersilahkan duduk ditempat yang baik. Kalau perlu, disediakan ruangan khusus
untuk menerima tamu yang selau dijaga kerapian dan kelestariannya Menerima tamu
merupakan bagian dari aspek sosial dalam ajaran Islam yang harus terus dijaga.
Menerima tamu dengan penyambutan yang baik merupakan cermin diri dan
menunjukkan kualitas kepribadian seorang muslim. Setiap muslim harus
membiasakan diri untuk menyambut setiap tamu yang datang dengan penyambutan
dengan suka cita. Agar dapat menyambut tamu dengan suka cita maka tuan rumah
harus menghadirkan pikiran yang positif (husnudon) terhadap tammu, jangan
sampai kehadiran tamu disertai dengan munculnya pikiran negative dari tuan
rumah (su’udzon).
Jika tamu datang dari tempat yang jauh dan ingin menginap, tuan
rumah wajib menerima dan menjamunya mekimal tiga hari tiga malam. Lebih dari
tiga hari terserah kepada tuan rumah untuk tetap menjamunyaatau tidak. Menurut
Rasulullah saw menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan lagi
kewajiban.
4. Hikmah
berakhlak menerima tamu
1) Setiap muslim telah diikat oleh suetu tata aturan supaya hidup
bertetangga dan bersahabat dengan orang lain, sekalipun berbeda agama atau
suku. Hak-hak mereka tidak boleh dikurangi dan tidak boleh dilanggar
undang-undang perjanjian yang mengikat di antara sesame manusia.
2) Menerima tamu sebagai perwujudan keimanan, artinya semakin kuat
iman seseorang, maka semakin ramah dan antun dalam menyambut tamunya karena
orang yang beriman meyakini bahwa menyambut tamu bagian dari perintah Allah.
3) Menyambut tamu dapat meningkatkan akhlak, mengembangkan
kepribadian, dan tamu juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendpatkan
kemashalatan dunia ataupun akhirat.
0 komentar:
Posting Komentar